Kata
Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Allah Subhanahuwata’ala, karena dengan pertolongan-Nya kami dapat menyelesaiakan tugas mandiri (Tugas Mandiri) yang berjudul Manajemen Sumber Daya Manusia Terhadap Kualitas Sekolah (Studi Kasus Pada SMP Negeri 1 Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir. Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang dihadapi, Alhamdulillah semuanya dapat diselesaikan.
Tidak lupa
diucapkan terimakasih kepada Dosen Pembimbing Yth. Bapak Dr. Zainal Burlian,
DBA., yang telah banyak memberikan pencerahan tentang Manajemen Diri
agar menjadi insan yang berguna, serta telah menugaskan masing-masing pribadi
untuk lansung bersentuhan dengan inti kajian masalah sekolah, dan menjadi
pembimbing tunggal dalam penyelesaian tugas ini. Terima kasih pula diucapkan
kepada teman-teman yang berpartisapasi memberi kontribusi, baik langsung maupun
tidak langsung dalam berbagai keperluan yang dibutuhkan.
Tentunya ada
hal-hal yang ingin kami berikan kepada masyarakat dari hasil tugas mandiri ini.
Terutama SMP Negeri 1 Pemulutan. Semoga tugas mandiri ini dapat menjadi sesuatu
yang berguna dan menjadi acuan dalam membuat perencanaan, pelaksanaan dalam
pengembangan pendidikan atau petunjuk dalam melaksanakan Manajemen Berbasis
Sekolah.
Pada bagian
akhir tugas mandiri ini mengulas tentang berbagai masukan dan pendapat dari
orang-orang yang ahli di bidangnya, karena itu kami harapkan hal ini juga dapat
berguna bagi kita bersama.
Semoga tugas
mandiri ini dapat membuat kita mencapai kehidupan yang lebih baik dan
berdirinya berbagai lembaga sekolah yang sempurna.
Penyusun
Indra
Gunawan
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang Masalah
Perkembangan
ilmu pengetahuan sangat ditentukan oleh perkembangan dunia pendidikan. Pendidikan mempunyai peran yang sangat startegis dalam menentukan arah maju mundurnya kualitas
pengetahuan masyarakat (bangsa).
Penyelenggaraan pendidikan yang bagus oleh suatu lembaga pendidikan akan
menghasilkan kualitas lulusan yang bagus pula. Sedangkan lembaga
pendidikan yang melaksanakan pendidikan
hanya dengan sekedarnya maka lulusannya kurang sempurna kualitasnya.
Pendidikan
merupakan kunci kemajuan suatu Negara. Berdasarkan hasil penelitian
pengendalian mutu pendidikan, bahwa pendidikan memegang peranan kunci dalam
pengembangan sumber daya manusia dan insan yang bekualitas.[1]
Semakin baik kualitas pendidikan yang diselenggarakan lembaga pemerintahan di
suatu negara, maka akan semakin baik tingkat kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat di suatu negara. Dengan demikian proses peningkatan mutu pendidikan
merupakan langkah pertama untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara[2].
Pelaksanaan
pendidikan oleh lembaga-lembaga pendidikan setidaknya mampu mencapai makna
pendidikan di atas. Memang tidak mudah untuk mencapai semua komponen yang
tercantum dalam UU Sisdiknas tersebut, akan tetapi jika disertai dengan niat
dan usaha yang maksimal oleh lembaga formal maupun nonformal diharapkan akan
terwujud output pendidikan seperti di atas.
Dalam
implementasinya pemerintah mengeluarkan perpu nomor 19 tahun 2005 tentang
standar nasional pendidikan. Dalam penjelasan perpu tersebut disebutkan bahwa visi pendidikan nasional
adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan
berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang
menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan
zaman yang selalu berubah. Sedangkan misi pendidikan nasional adalah:
(1) mengupayakan perluasan dan
pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat
Indonesia; (2) meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat
nasional,regional, dan Internasional; (3) meningkatkan relevansi
pendidikandengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global; (4) membantu dan
memfasilitasi potensi anak bangsa secara utuh sejak dini sampai akhir hayat
dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; 5) meningkatkan kesiapan masukan
dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian
yang bermoral; (6) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga
pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan,
pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan
global; dan (7) mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik
Indonesia.[3]
Pasca
reformasi, paradigma otomi daerah menjadi paradigma dasar penentuan dalam
segala sendi aturan Negara. Sejalan dengan otonomi daerah itu, pemerintah pun
bertekad bulat untuk melaksanakan desentralisasi pendidikan yang bertumpu
kepada pemberdayaan sekolah di semua jenjang pendidikan.[4]
Dengan begitu segala aspek kebijakan pusat pun mulai direvisi dan diberikan
keluasan kepada pemerintah daerah untuk mengatur pola pendidikan disesuaikan
dengan potensi daerahnya.
Memasuki
abad ke 21 ini Indonesia dihadapkan pada masalah yang rumit seperti masalah
reformasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, masalah krisis yang
berkepanjangan, masalah kemiskinan, masalah pengangguran, masalah pangan,
sandang dan papan yang terus mendera rakyat Indonesia. Belum lagi kondisi
pendidikan yang amburadul (tidak karuan ujung dan pangkalnya), input, proses
dan output yang semakin tidak menjanjikan. Kondisi seperti ini hanya satu kata
yang perlu dilakukan yaitu perkuat daya saing disegala bidang dengan
pengembangan Sumber Daya Manusia. Upaya pengembangan Sumber Daya Manusia
berarti yang paling utama perhatian pemerintah adalah sektor pendidikan.
Pemerintah tidak boleh lagi membiarkan pendidikan di Indonesia seperti selama
ini, berdiri tanpa tiang dan tergantung tanpa tali, keberadaan lembaga yang
rapuh tidak mempunyai kekuatan dan kemampuan meningkatkan harkat dan martabat
bangsa. Sebagaimana kita ketahui kondisi pendidikan selama ini dari hasil
penelitian UNDP. Indonesia menempati peringkat 109 dari 174 negara, peringkat
daya saing ke 46 yang paling bawah di kawasan Asia Tenggara, Singapura ke-2,
Malaysia ke-27. Phillipina ke 32, dan Tailand ke 34, dan termasuk negara yang
paling korup di dunia.[5]
Dan kondisi pendidikan di indonesia menurut World Competitiveness Year Book
Tahun 1997-2007 adalah:
Menurut hasil survei World
Competitiveness Year Book dari tahun 1997 sampai tahun 2007 pendidikan
Indonesia berada dalam urutan sebagai berikut pada tahun 1997 dari 49 negara
yang diteliti Indonesia berada di urutan 39. Pada tahun 1999, dari 47 negara
yang disurvei Indonesia berada pada urutan 46. Tahun 2002 dari 49 negara
Indonesia berada pada urutan 47 dan pada tahun 2007 dari 55 negara yang
disurvei, Indonesia menempati urutan yang ke 53.[6]
Selanjutnya
dalam penelitian terhadap kualitas pendidikan dasar di ASIA oleh Asian South
Pacific Beurau of Adult Education (ASPBAE) dan Global Campaign for
Education (GCE). Studi ini dilakukan di 14 negara pada bulan Maret-Juni
2005 Hasilnya adalah:
Posisi Indonesia
menduduki peringkat 10 dari 14 negara berkembang di kawasan Asia Pasifik.
Rangking pertama diduduki Thailand, kemudian disusul Malaysia, Sri Langka,
Filipina, Cina, Vietnam, Bangladesh, Kamboja, India, Indonesia, Nepal, Papua
Nugini, Kep. Solomon, dan Pakistan. Indonesia mendapat nilai 42 dari 100 dan
memiliki nilai rata-rata E. Untuk aspek penyediaan pendidikan dasar lengkap,
Indonesia mendapat nilai C dan menduduki peringkat ke 7. Pada aspek aksi
negara, RI memperoleh huruf mutu F pada peringkat ke 11. Sedangkan aspek
kualitas input/pengajar, RI diberi nilai E dan menduduki peringkat paling
buncit alias ke 14. Indonesia hanya bagus pada aspek kesetaraan jender nilai B
dan kesetaraan keseluruhan yang mendapat nilai B serta mendapat peringkat 6 dan
4.[7]
Sangat
ironis seklai, karena Thailand saja yang mengalami krisis bisa menempatkan diri
menjadi rangking satu, ujar aktivis LSM Education Network for Justice
(E-Net), M Firdaus, saat menjadi pembicara dalam seminar pendidikan mengenai
laporan ini di Gedung YTKI, Jl Gatot Soebroto, Jakarta Selatan, Rabu
(29/6/2005).
Maka menurut
penulis pendidikan kita sekarang berada pada kondisi gawat darurat (Gawat, pendidikan
kita perlu perhatian yang serius dari pemerintah dan darurat, permasalahan
pendidikan harus segera diatasi dan dituntaskan semua permasalahannya). Berarti
saat ini kita berada pada tingkat krisis yang menghawatirkan dalam hal Sumber
Daya Manusia. Maka dari itu untuk mengatasi keterpurukan pada aspek Sumber Daya
Manusia perlu diterapkan pada pendidikan di Indonesia dengan Manajemen Mutu
Pendidikan Berbasis Sekolah.
Walaupun
demikian, agar mutu tetap terjaga dan agar proses peningkatan mutu tetap
terkontrol, maka harus ada standar yang diatur dan disepakati secara nasional
untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan peningkatan mutu tersebut
(adanya benchmarking). Pemikiran ini telah mendorong munculnya pendekatan
baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan di masa mendatang harus
berbasis sekolah sebagai institusi paling depan dalam kegiatan pendidikan.
Pendekatan ini, kemudian dikenal dengan manajemen peningkatan mutu
pendidikan berbasis sekolah (School Based Quality Management) atau
dalam nuansa yang lebih bersifat pembangunan (devolepmental) disebut School
Based Quality Improvement.
Konsep yang
menawarkan kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah dengan
tanggung jawabnya masing-masing ini, berkembang didasarkan kepada suatu
keinginan pemberian kemandirian kepada sekolah untuk ikut terlibat secara aktif
dan dinamis dalam rangka proses peningkatan kualitas pendidikan melalui
pengelolaan sumber daya sekolah yang ada. Sekolah harus mampu mennerjemahkan
dan menangkap esensi kebijakan makro pendidikan serta memahami kondisi
lingkunganya (kelebihan dan kekurangannya) untuk kemudian melalui proses
perencanaan, sekolah harus memformulasikannya ke dalam kebijakan mikro dalam
bentuk program-program prioritas yang harus dilaksanakan dan dievaluasi oleh
sekolah yang bersangkutan sesuai dengan visi dan misinya masing-masing. Sekolah
harus menentukan target mutu untuk tahun berikutnya. Dengan demikian sekolah
secara mandiri tetapi masih dalam kerangka acuan kebijakan nasional dan
ditunjang dengan penyediaan input yang memadai, memiliki tanggung jawab
terhadap pengembangan sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan
belajar siswa dan masyarakat. Oleh karena itu penulis mengadakan penelitian tentang
Manajemen Sumber Daya Manusia Terhadap Kualitas Sekolah di SMP Negeri 1
Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Kondisi Manajemen Sumber
Daya Manusia dan Kualitas Pendidikan SMP Pada Umumnya?
2.
Faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi manajemen sumber daya manusia dan kualitas pendidikan di SMP Pada
umumnya?
3.
Bagaimana permasalahan atau hambatan
dalam manajemen sumber daya manusia di SMP Negeri 1 Pemulutan Kabupaten Ogan
Ilir..
4.
Bagaimana alternatif solusi
pemecahan permasalahan manajemen sumber daya manusia sehingga kualitas
pendidikan di SMP Negeri 1 Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir menjadi lebih baik?
Tujuan
1.
Untuk mengetahui kondisi Manajemen
Sumber Daya Manusia dan Kualitas Pendidikan SMP Negeri 1 Pemulutan.
2.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi manajemen sumber daya manusia terhadap kualitas pendidikan di SMP
Negeri 1 Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir.
3.
Untuk mengetahui permasalahan atau
hambatan dalam manajemen sumber daya manusia di SMP Negeri 1 Pemulutan
Kabupaten Ogan Ilir.
4.
Untuk mengetahui alternatif solusi
dari pemecahan permasalahan manajemen sumber daya manusia sehingga kualitas
pendidikan di SMP Negeri 1 Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir menjadi lebih baik.
Manfaat Penulisan
1.
Sebagai alternatif solusi pemecahan
mengenai permasalahan manajemen sumber daya manusia dan kualitas pendidikan di SMP
Negeri 1 Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir.
2.
Sebagai bahan referensi bagi
stakeholders pendidikan yang mengkaji permasalahan mengenai manajemen sumber
daya manusia dan kualitas pendidikan.
Sistematika Penulisan
1.
Judul
2.
Kata Pengantar
3.
Daftar Isi
4.
Bab I. Pendahuluan
5.
Bab II. Kajian Teori
6.
Bab III. Pembahasan
7.
Bab IV. Kesimpulan dan saran
8.
Daftar Pustaka
9.
Daftar Lampiran
BAB II
KAJIAN TEORI
Pengertian
Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah.
Bervariasinya
kebutuhan siswa akan belajar, beragamnya kebutuhan guru dan staf lain dalam
pengembangan profesionalnya, berbedanya lingkungan sekolah satu dengan lainnya
dan ditambah dengan harapan orang tua/masyarakat akan pendidikan yang bermutu
bagi anak dan tuntutan dunia usaha untuk memperoleh tenaga bermutu, berdampak
kepada keharusan bagi setiap individu terutama pimpinan kelompok harus mampu
merespon dan mengapresiasikan kondisi tersebut di dalam proses pengambilan
keputusan. Ini memberi keyakinan bahwa di dalam proses pengambilan keputusan
untuk peningkatan mutu pendidikan mungkin dapat dipergunakan berbagai teori,
perspektif dan kerangka acuan (framework) dengan melibatkan berbagai kelompok
masyarakat terutama yang memiliki kepedulian kepada pendidikan. Karena sekolah
berada pada bagian terdepan dari pada proses pendidikan, maka diskusi ini
memberi konsekwensi bahwa sekolah harus menjadi bagian utama di dalam proses
pembuatan keputusan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Sementara,
masyarakat dituntut partisipasinya agar lebih memahami pendidikan, sedangkan
pemerintah pusat berperan sebagai pendukung dalam hal menentukan kerangka dasar
kebijakan pendidikan.
Strategi ini
berbeda dengan konsep mengenai pengelolaan sekolah yang selama ini kita kenal.
Dalam sistem lama, birokrasi pusat sangat mendominasi proses pengambilan atau
pembuatan keputusan pendidikan, yang bukan hanya kebijakan bersifat makro saja
tetapi lebih jauh kepada hal-hal yang bersifat mikro; Sementara sekolah
cenderung hanya melaksanakan kebijakan-kebijakan tersebut yang belum tentu
sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, lingkungan Sekolah, dan harapan orang
tua. Pengalaman menunjukkan bahwa sistem lama seringkali menimbulkan
kontradiksi antara apa yang menjadi kebutuhan sekolah dengan kebijakan yang
harus dilaksanakan di dalam proses peningkatan mutu pendidikan. Fenomena
pemberian kemandirian kepada sekolah ini memperlihatkan suatu perubahan cara
berpikir dari yang bersifat rasional, normatif dan pendekatan preskriptif di
dalam pengambilan keputusan pandidikan kepada suatu kesadaran akan kompleksnya
pengambilan keputusan di dalam sistem pendidikan dan organisasi yang mungkin
tidak dapat diapresiasiakan secara utuh oleh birokrat pusat. Hal inilah yang
kemudian mendorong munculnya pemikiran untuk beralih kepada konsep manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah sebagai pendekatan baru di Indonesia, yang
merupakan bagian dari desentralisasi pendidikan yang tengah dikembangkan.
Manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah merupakan alternatif baru dalam pengelolaan
pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah.
Konsep ini diperkenalkan oleh teori effective school yang lebih
memfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan (Edmond, 1979). Beberapa
indikator yang menunjukkan karakter dari konsep manajemen ini antara lain
sebagai berikut; (i) lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (ii) sekolah
memilki misi dan target mutu yang ingin dicapai, (iii) sekolah memiliki
kepemimpinan yang kuat, (iv) adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah
(kepala sekolah, guru, dan staf lainnya termasuk siswa) untuk berprestasi, (v)
adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK, (vi)
adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademik
dan administratif, dan pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan/perbaikan mutu,
dan (vii) adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua
murid/masyarakat. Pengembangan konsep manajemen ini didesain untuk meningkatkan
kemampuan sekolah dan masyarakat dalam mengelola perubahan pendidikan kaitannya
dengan tujuan keseluruhan, kebijakan, strategi perencanaan, inisiatif kurikulum
yang telah ditentukan oleh pemerintah dan otoritas pendidikan. Pendidikan ini
menuntut adanya perubahan sikap dan tingkah laku seluruh komponen sekolah;
kepala sekolah, guru dan tenaga/staf administrasi termasuk orang tua dan
masyarakat dalam memandang, memahami, membantu sekaligus sebagai pemantau yang
melaksanakan monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan sekolah yang bersangkutan
dengan didukung oleh pengelolaan sistem informasi yang presentatif dan valid.
Akhir dari semua itu ditujukan kepada keberhasilan sekolah untuk menyiapkan
pendidikan yang berkualitas/bermutu bagi masyarakat.
Dalam
pengimplementasian konsep ini, sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengelola
dirinya berkaitan dengan permasalahan administrasi, keuangan dan fungsi setiap
personel sekolah di dalam kerangka arah dan kebijakan yang telah dirumuskan
oleh pemerintah. Bersama-sama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah harus
membuat keputusan, mengatur skala prioritas disamping harus menyediakan
lingkungan kerja yang lebih profesional bagi guru, dan meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan serta keyakinan masyarakat tentang sekolah/pendidikan. Kepala sekolah
harus tampil sebagai koordinator dari sejumlah orang yang mewakili berbagai
kelompok yang berbeda di dalam masyarakat sekolah dan secara profesional harus
terlibat dalam setiap proses perubahan di sekolah melalui penerapan
prinsip-prinsip pengelolaan kualitas total dengan menciptakan kompetisi dan
penghargaan di dalam sekolah itu sendiri maupun sekolah lain. Ada empat hal
yang terkait dengan prinsip-prinsip pengelolaan kualitas total yaitu; (i)
perhatian harus ditekankan kepada proses dengan terus-menerus mengumandangkan
peningkatan mutu, (ii) kualitas/mutu harus ditentukan oleh pengguna jasa
sekolah, (iii) prestasi harus diperoleh melalui pemahaman visi bukan dengan
pemaksaan aturan, (iv) sekolah harus menghasilkan siswa yang memiliki ilmu
pengetahuan, keterampilan, sikap arief bijaksana, karakter, dan memiliki
kematangan emosional. Sistem kompetisi tersebut akan mendorong sekolah untuk
terus meningkatkan diri, sedangkan penghargaan akan dapat memberikan motivasi
dan meningkatkan kepercayaan diri setiap personel sekolah, khususnya siswa.
Jadi sekolah harus mengontrol semua semberdaya termasuk sumber daya manusia
yang ada, dan lebih lanjut harus menggunakan secara lebih efisien sumber daya
tersebut untuk hal – hal yang bermanfaat bagi peningkatan mutu khususnya.
Sementara itu, kebijakan makro yang dirumuskan oleh pemerintah atau otoritas
pendidikan lainnya masih diperlukan dalam rangka menjamin tujuan-tujuan yang
bersifat nasional dan akuntabilitas yang berlingkup nasional.
Kerangka
kerja dalam manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
Dalam
manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini diharapkan sekolah dapat
bekerja dalam koridor-koridor tertentu antara lain sebagai berikut;
Sumber daya; sekolah
harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan
kebutuhan setempat. Selain pembiayaan operasional/ administrasi, pengelolaan
keuangan harus ditujukan untuk: (i) memperkuat sekolah dalam menentukan dan
mengalolasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk
proses peningkatan mutu, (ii) pemisahan antara biaya yang bersifat akademis
dari proses pengadaannya, dan (iii) pengurangan kebutuhan birokrasi pusat.
Pertanggung-jawaban
(accountability); sekolah dituntut untuk memilki
akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan
perpaduan antara komitment terhadap standar keberhasilan dan harapan/tuntutan
orang tua/masyarakat. Pertanggung-jawaban (accountability) ini bertujuan untuk
meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang
telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan jika mungkin
untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu setiap
sekolah harus memberikan laporan pertanggung-jawaban dan mengkomunikasikannya
kepada orang tua/masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara
komprehensif terhadap pelaksanaan program prioritas sekolah dalam proses
peningkatan mutu.
Kurikulum;
berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, sekolah
bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi
(content) dan proses penyampaiannya. Melalui penjelasan bahwa materi tersebut
ada mafaat dan relevansinya terhadap siswa, sekolah harus menciptakan suasana
belajar yang menyenangkan dan melibatkan semua indera dan lapisan otak serta
menciptakan tantangan agar siswa tumbuh dan berkembang secara intelektual
dengan menguasai ilmu pengetahuan, terampil, memilliki sikap arif dan
bijaksana, karakter dan memiliki kematangan emosional. Ada tiga hal yang harus
diperhatikan dalam kegiatan ini yaitu;
1.
pengembangan kurikulum tersebut
harus memenuhi kebutuhan siswa.
2.
bagaimana mengembangkan keterampilan
pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut kepada siswa sedapat mungkin
secara efektif dan efisien dengan memperhatikan sumber daya yang ada.
3.
pengembangan berbagai pendekatan
yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di sekolah.
Untuk
melihat progres pencapain kurikulum, siswa harus dinilai melalui proses test
yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup berbagai aspek
kognitif, affektif dan psikomotor maupun aspek psikologi lainnya. Proses ini
akan memberikan masukan ulang secara obyektif kepada orang tua mengenai anak
mereka (siswa) dan kepada sekolah yang bersangkutan maupun sekolah lainnya
mengenai performan sekolah sehubungan dengan proses peningkatan mutu
pendidikan.
Personil
sekolah; sekolah bertanggung jawab dan terlibat dalam proses
rekrutmen (dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan) dan pembinaan
struktural staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan staf
lainnya). Sementara itu pembinaan profesional dalam rangka pembangunan
kapasitas/kemampuan kepala sekolah dan pembinaan keterampilan guru dalam
pengimplementasian kurikulum termasuk staf kependidikan lainnya dilakukan
secara terus menerus atas inisiatif sekolah. Untuk itu birokrasi di luar
sekolah berperan untuk menyediakan wadah dan instrumen pendukung. Dalam konteks
ini pengembangan profesioanl harus menunjang peningkatan mutu dan pengharhaan terhadap
prestasi perlu dikembangkan. Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mengkontrol sumber daya manusia,
fleksibilitas dalam merespon kebutuhan masyarakat, misalnya pengangkatan tenaga
honorer untuk keterampilan yang khas, atau muatan lokal. Demikian pula mengirim
guru untuk berlatih di institusi yang dianggap tepat. Konsekwensi logis dari
itu, sekolah harus diperkenankan untuk:
1.
mengembangkan perencanaan pendidikan
dan prioritasnya didalam kerangka acuan yang dibuat oleh pemerintah.
2.
Memonitor dan mengevaluasi setiap
kemajuan yang telah dicapai dan menentukan apakah tujuannya telah sesuai
kebutuhan untuk peningkatan mutu.
3.
Menyajikan laporan terhadap hasil
dan performannya kepada masyarakat dan pemerintah sebagai konsumen dari layanan
pendidikan (pertanggung jawaban kepada stake-holders).
Uraian
tersebut di atas memberikan wawasan pemahaman kepada kita bahwa tanggung jawab
peningkatan kualitas pendidikan secara mikro telah bergeser dari birokrasi
pusat ke unit pengelola yang lebih dasar yaitu sekolah. Dengan kata lain,
didalam masyarakat yang komplek seperti sekarang dimana berbagai perubahan yang
telah membawa kepada perubahan tata nilai yang bervariasi dan harapan yang
lebih besar terhadap pendidikan terjadi begitu cepat, maka diyakini akan
disadari bahwa kewenangan pusat tidak lagi secara tepat dan cepat dapat
merespon perubahan keinginan masyarakat tersebut.
Kondisi ini
telah membawa kepada suatu kesadaran bahwa hanya sekolah yang dikelola secara
efektiflah (dengan manajemen yang berbasis sekolah) yang akan mampu merespon
aspirasi masyarakat secara tepat dan cepat dalam hal mutu pendidikan.
Institusi
pusat memiliki peran yang penting, tetapi harus mulai dibatasi dalam hal yang
berhubungan dengan membangun suatu visi dari sistem pendidikan secara
keseluruhan, harapan dan standar bagi siswa untuk belajar dan menyediakan
dukungan komponen pendidikan yang relatif baku atau standar minimal. Konsep ini
menempatkan pemerintah dan otorits pendiidikan lainnya memiliki tanggung jawab
untuk menentukan kunci dasar tujuan dan kebijakan pendidikan dan memberdayakan
secara bersama-sama sekolah dan masyarakat untuk bekerja di dalam kerangka
acuan tujuan dan kebijakan pendidikan yang telah dirumuskan secara nasional
dalam rangka menyajikan sebuah proses pengelolaan pendidikan yang secara
spesifik sesuai untuk setiap komunitas masyarakat.
Jelaslah
bahwa konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini membawa isu
desentralisasi dalam manajemen (pengelolaan) pendidikan dimana birokrasi pusat
bukan lagi sebagai penentu semua kebijakan makro maupun mikro, tetapi hanya
berperan sebagai penentu kebijakan makro, prioritas pembangunan, dan standar
secara keseluruhan melalui sistem monitoring dan pengendalian mutu. Konsep ini
sebenarnya lebih memfokuskan diri kepada tanggung jawab individu sekolah dan
masyarakat pendukungnya untuk merancang mutu yang diinginkan, melaksanakan, dan
mengevaluasi hasilnya, dan secara terus menerus mnyempurnakan dirinya. Semua
upaya dalam pengimplementasian manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini
harus berakhir kepada peningkatan mutu siswa (lulusan).
Sementara
itu pendanaan walaupun dianggap penting dalam perspektif proses perencanaan
dimana tujuan ditentukan, kebutuhan diindentifikasikan, kebijakan
diformulasikan dan prioritas ditentukan, serta sumber daya dialokasikan, tetapi
fokus perubahan kepada bentuk pengelolaan yang mengekspresikan diri secara
benar kepada tujuan akhir yaitu mutu pendidikan dimana berbagai kebutuhan siswa
untuk belajar terpenuhi. Untuk itu dengan memperhatikan kondisi geografik dan
sosiekonomik masyarakat, maka sumber daya dialokasikan dan didistribusikan
kepada sekolah dan pemanfaatannya dipercayakan kepada sekolah sesuai dengan
perencanaan dan prioritas yang telah ditentukan oleh sekolah tersebut dan
dengan dukungan masyarakat. Pedoman pelaksanaan peningkatan mutu kalaupun ada
hanya bersifat umum yang memberikan rambu-rambu mengenai apa-apa yang
boleh/tidak boleh dilakukan.
Secara
singkat dapat ditegaskan bahwa akhir dari itu semua bermuara kepada mutu
pendidikan. Oleh karena itu sekolah-sekolah harus berjuang untuk menjadi pusat
mutu (center for excellence) dan ini mendorong masing-masing sekolah
agar dapat menentukan visi dan misinya untuk mempersiapkan dan memenuhi
kebutuhan masa depan siswanya.
Konsep Dasar
Manajemen Mutu di Sekolah.
Sejarah
Manajemen Mutu
Evolusi
gerakan total quality management (TQM) dimulai dari masa studi waktu dan gerak
oleh bapak manajemen ilmiah Frederick Taylor pada tahun 1920, dengan
mengangkat aspek yang paling fundamental dari manajemen ilmiah, yaitu adanya
pemisahan antara perencanaan dan pelaksanaan. TQM semula berasal dari Amerika
Serikat, kemudian lebih banyak dikembangkan di jepang dan kemudian berkembang
ke Amerika Utara dan Eropa. Jadi TQM mengintegrasikan keterampilan teknikal dan
analisis dari Amerika, keahlian implementasi dan pengorganisasian Jepang, serta
tradisi keahlian dan integritas dari Eropa dan Asia.
Soewarso
Hardjosoedarmo mengungkapkan; hingga kini masih banyak pembahasan tentang
sejarah TQM yang hanya satu dimensional. Dalam hal ini banyak pembahasan yang
hanya mengungkapkan pengalaman di Jepang pada awal-awal tahun sesudah PD II, di
mana para guru bidang kualitas, Edwards Deming dan Joseph Juran
mengajarkan teorinya guna membangun kembali industri Jepang yang telah hancur.
Ajaran tersebut disampaikan kepada perusahaan-perusahaan manufaktur Jepang.
Ajaran para guru kualitas tersebut dapat dipandang sebagai landasan atau basik
TQM.
Landasan TQM
adalah statistical process control (SPC) yang merupakan model manajemen
manufactur, yang pertama-tama diperkenalkan oleh Edward Deming dan Joseph
Juran sesudah PD II guna membantu bangsa Jepang membangun kembali
infrastruktur negaranya. Ajaran Deming dan Juran itu berkembang terus hingga kemudian
dinamakan TQM oleh US Navy pada tahun 1985. Kita ketahui bahwa TQM terus
mengalami evolusi, menjadi semakin matang dan mengalami diversifikasi untuk
aplikasi di bidang manufactur, industri jasa, kesehatan, dan dewasa ini juga di
bidang pendidikan.
Oleh karena
itu mengikuti ajaran Deming, Juran dan Philip Crosby dalam mengimplementasikan
TQM memang perlu, tetapi belumlah cukup. Sebab TQM terus mengalami evolusi,
maka untuk menghayati state-of-the-art TQM perlu diketahui juga
kontribusi bidang manajemen dan organizational effectiveness dalam
membangun TQM sebagai dimensi yang lain. Kontribusi bidang tersebut merupakan
satu dimensi tersendiri yang dapat disebut sebagai akar TQM, antara lain
terdiri dari group dynamics, organization development (OD), sosiotechnical
system dan lain-lain. TQM yang dikenal sekarang ini banyak berbeda
tekniknya dengan apa yang dikembangkan di Jepang pada tahun 1950-an dan yang
pertama-tama dikembangkan di Amerika pada tahun 1980-an. Penerapan TQM di
berbagai bidang membutuhkan kerangka sendiri dalam manajemen kualitas.[8]
Pengertian
Manajemen Mutu
Dalam
perbincangan sehari-hari, istilah “bermutu” digunakan dalam arti “bermutu
baik”, misalnya sekolah bermutu, makanan bermutu atau pelayanan bermutu, dan
lain-lain. Dalam bahasa inggris juga demikian : “quality food, “ quality
service”, jadi tidak selalu disebut kata “baik” atau “good” atau good
quality”. Dalam pemahaman umum, mutu berarti “sifat yang baik” atau “goodness”,.
Tapi apa yang dimaksud dengan “sifat yang baik” tidak selalu jelas, tolok
ukurnya perlu diteliti.
Dalam menentukan barang atau jasa dapat
digunakan ukuran subjektif. Apabila seseorang melihat sebuah mobil dan menurut
pandangannya baik, maka menurut orang itu baik tersebut bermutu. Mutu yang
ditentukan secara subyektif atau hanya oleh satu pihak adalah mutu dalam arti
absolut atau bersifat absolut. Dalam konsef klasik, mutu suatu produk
ditentukan oleh produsen sedangkan dalam konsef modern mutu ditentukan oleh
konsumen atau tergantung pada penilaian konsumen. Dalam konsep klasik ini mutu
menunjukkan kepada sifat yang menggambarkan derajat ”baiknya” suatu barang atau
jasa yang diproduksi atau dipasok oleh suatu lembaga. Adapun dalam konsep
relatif mutu menunjukkan kepada sifat suatu produk apakah memuaskan konsumen atau
tidak.[9]
Dengan
demikian konsep mutu yang bersifat absolut, derajat (degree) baiknya produk,
barang atau jasa, mencerminkan tingginya harga barang atau jasa itu serta
tingginya standar atau tingginya penialaian dari lembaga yang memproduksi atau
memasok barang itu. Sedangkan pada konsep mutu yang bersifat relatif, derajat
mutu itu tergantung pada penilaian pelanggan yang memanfaatkan produk tersebut.
Filosofi klasik tentang mutu dewasa ini telah berubah. Perubahan itu dapat
diidentifikasi dari orientasinya yang semula pada produsen telah bergeser pada
pelanggan. Mutu suatu produk tidak ditentukan oleh produsen, melainkan
ditentukan oleh pelanggan dengan kriteria yang digunakan adalah memuaskan atau
memenuhi pelanggan.[10]
Dalam
pengertian lain seperti yang dikemukakan oleh Juran (1995) bahwa mutu adalah
kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya. Lebuh lanjut dia menjelaskan bahwa
mutu didefinisikan sebgai M-Kecil dan M-besar. M-Kecil adalah mutu dalam arti
sempit, berkenaan dengan kinerja bagian sekolah, dan tidak dikaitkan dengan
kebutuhan semua jenis pelanggan. M-Besar adalah mutu dalam arti luas, berkenaan
dengan seluruh kegiatan sekolah yang dikaitkan dengan kebutuhan semua jenis
pelanggan. M-Besar inilah yang kemudian dimaksudkan dengan mutu terpadu[11].
Selanjutnya Crosby (1984) menjelaskan bahwa dalam pengertian mutu terkandung
makna “kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi availability, delivery,
maintainability, and cost effectiveness. Dan Deming (1982) mutu harus bertujuan
memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan dimasa mendatang[12].
Merujuk dari
berbagai pendapat yang dikemukakan di atas, bahwa mutu tidak hanya sekedar
sebagai arti dari mutu, akan tetapi lebih luas dari itu. Ada makna lain yang
mengikutinya yaitu mengarah pada pencapaian yang paling sempurna suatu produk
yang dihasilkan atau layanan jasa yang diberikan. Jasa yang sempurna hendaknya
memenuhi dua kriteria kepuasan baik dari sisi konsumen maupun sisi produsen
sebagai penghasil jasa atau produk tersebut.
Dalam
lingkup pendidikan berarti antara proses dan hasil pendidikan yang
bermutu saling berhubungan. Akan tetapi agar proses yang baik itu tidak salah
arah, maka mutu dalam artian hasil (ouput) harus dirumuskan lebih dahulu
oleh sekolah, dan harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap
tahun atau kurun waktu lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu
pada mutu-hasil (output) yang ingin dicapai. Dengan kata lain tanggung jawab
sekolah dalam school based quality improvement bukan hanya pada proses,
tetapi tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai. Untuk
mengetahui hasil/prestasi yang dicapai oleh sekolah terutama yang menyangkut
aspek kemampuan akademik atau “kognitif” dapat dilakukan benchmarking (menggunakan
titik acuan standar, misalnya: NEM oleh PKG atau MGMP). Evaluasi terhadap
seluruh hasil pendidikan pada tiap sekolah baik yang sudah ada patokannya
(benchmarking) maupun yang lain (kegiatan ekstra-kurikuler) dilakukan oleh
individu sekolah sebagai evaluasi diri dan dimanfaatkan untuk
memperbaiki target mutu dan proses pendidikan tahun berikutnya. Dalam hal ini manajemen
dan pengaturan RAPBS harus merupakan penjabaran dari target mutu yang ingin
dicapai dan skenario bagaimana mencapainya.
Falsafah Manajemen Mutu
Falsafah
dasar manajemen mutu terletak pada jargon “Kerjakan sesuatu yang benar sejak
pertama kali, secara berkelanjutan” W. Edward Deming meletakkan kerangka
pemikiran dalam perbaikan mutu secara berkelanjutan yang terdiri dari:
1.
Reaksi berantai untuk
perbaikan mutu
Reaksi berantai
tersebut menyatakan bahwa perbaikan mutu untuk meningkatkan kepuasan
pelanggan dalam hal produk dan jasa
sekaligus akan mengurangi biaya produksi, sehingga meningkatkan produktivitas
sekolah.
2.
Transpormasi sekolah.
Kemampuan untuk
mencapai perbaikan yang penting dan berkelanjutan menuntut perubahan dalam
nilai-nilai yang dianut. Selain itu proses kerja dan struktur kewenangan dalam
sekolah perlu dibenahi.
3.
Peran Esensial
Pemimipin.
Kemimpinan punya prean
strategis dalam upaya perbaikan mutu.Setiap anggota sekolah harus memberikan
konstribusi penting dalam upaya tersebut. Namunsetiap upaya perbaikan yang
tidak didukung secara aktif oleh pemimpin, komitmen, kreatifitas, maka lama
kelamaan akan hilang.
4.
Hindari praktek-praktek
manajemen yang merugikan.
Setiap keputusan yang
didasarkan pada pandangan jangka pendek, sempit dan terkotak-kotak, akhirnya
akan merugikan sekolah.
5.
Penerapan system of
profound knowledge.
Penerapan system
tersebut berkaitan dengan empat disiplin berikut:
a.
Orientasi pada system
(system oriented).
Pada setiap usaha
menuju pada perbaikan mutu, hendaknya kita mengembangkan kecakapan untuk
mengindera dan mengelola interaksi antara berbagai komponen sekolah.
b.
Teori Variasi.
Perlu dikembangkan
kecakapan untuk menggunakan data dalam proses pengambilan keputusan. Pengertian
atas variasi data akan dapat membantu pengambilan keputusan untuk mengetahui
kapan harus melakukan perubahan-perubahan dalam suatu sistem guna memperbaiki
kinerja, dan mengetahui kapan perubahan-perubahan yang dibiuat dapat
memperburuk kinerja.
c.
Teori Pengetahuan.
Penguasaan teori
pengetahuan akan membantu kita untuk mengembangkan dan menguji hipotesis guna
memperbaiki kinerja sekolah. Jadi teori pengetahuan akan membantu kita untuk
mengetahui :
1)
Apa yang dikehendaki
pelanggan (customer).
2)
Seberapa jauh sekolah
dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan.
3)
Faktor-faktor apa yang
mempengaruhi mutu.
4)
Apa yang perlu
diperbaiki untuk meningkatkan mutu.
5)
Apa kebutuhan dan
harapan baru pelanggan.
d.
Psikologi.
Perlu dikembangkan
kecakapan untuk mengerti dan menerapkan konsep-konsep yang berkaitan dengan
perbedaan individu dalam sekolah, dinamika kelompok, proses belajar dan proses
perubahan guna mencapai perbaikan mutu.[13]
Fungsi Manajemen
Mutu di Sekolah
Manajemen
mutu sekolah menjadi sesuatu yang penting untuk dipertimbangkan sebagai salah
satu strategi menanggulangi berbagai persoalan mutu pendidikan dewasa ini.
Persoalan-persoalan seperti skor tes yang rendah, dukungan yang kurang dari
masyarakat dan pemerintah, dan lain sebagainya[14].
Seorang
kepala sekolah yang tidak mempelajari teori manajemen dalam mengelola
sekolahnya tidak akan dapat mencapai tujuan secara efektif karena apa yang
dilakukan untuk mencapai tujuan harus berpijak pada perilaku yang sistematis
dan berhubungan dengan konsep, asumsi dan generalisasi teori manajemen. Kepala
Sekolah sebagai Top manajemen mempunyai tanggung jawab untuk selalu
mengembangkan visi dan misi sekolah bersifat dinamis dan dapat memunculkan
perubahan-perubahan dengan didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber daya
Sarana Prasarana dan sumber daya informasi[15].
Manajemen
mutu di sekolah memberikan warna semangat tersebut ke dalam budaya dan filosofi
serta strategi para stafnya. Field (Syafaruddin, 2002) menyebutkan 7 (tujuh)
fungsi manajemen mutu di sekolah:
1.
Memeperkuat organisasi
sekolah dan memberikan peta jalan atau arah pendahuluan.
2.
Menolong kita untu
dapat bekerja sama sebagai kelompok dan bukan musuh; mengupayakan suatu program
yang akan mengusahakan bukan hanya satu aspek saja dari pendidikan, melainkan
pendekatan holistik dan menyebabkan seluruh unsur sekolah mengubah cara yang
mengubah dirinya.
3.
Meningkatkan
partisipasi setiap orang untuk terlihat dalam penyelenggaraan sekolah (siswa,
kelasm staf, alumni) dan usaha masyarakat sekolah.
4.
Mengarahkan para orang
tua dan pelajar-pelajar untuk membuat saran-saran kemajuan sekolah.
5.
Mengarahkan adanya
orang tua angkat dan organisasi pelajar dalam membuat standar mutu pendidikan
bagi sekolah.
6.
Membuat kita bersikap
proaktif alih-alih reaktif terhadap segala sesuatu yang dapat mempengaruhi
sekolah.
7.
Mengarahkan dan
mengendalikan dampak dari yang kita lakukan terhadap sekolah.[16]
Prinsip Dasar
Manajemen Mutu di Sekolah
Upaya
agar mencapai mutu sesuai dengan yang diharapkan, tidaklah muda seperti
membalik kedua telapak tangan. Untuk memperoleh mutu yang baik harus diciptakan
budaya mutu dilingkungan satuan pendidikan (sekolah), setiap unsur yang
terlibat harus saling bekerja sama, komitmen, berkesinambungan, tanggung jawab
dan konsisten untuk mencapai mutu yang sempurna. Ada 3 (tiga) faktor yang dibutuhkan
untuk mencapai mutu terpadu, yaitu:
1.
Manajemen.
Pimpinan
puncak harus menetapkan kebijakan mutu, menentukan rencana pencapaian,
mengalokasikan sumber daya dan secara aktif terlibat dalam pengawasan
kemajuannya. Kebijakan mutu yang dibuat harus tersosialisasikan kepada seluruh
warga sekolah.
2.
Manusia.
Sumber
daya manusia (guru, staf administratif, laboran, pustakawan, peserta didik)
sebagai pelaksana dan objek untuk mencapai tujuan (mutu) harus memiliki
kesadaran mutu, komitmen dan tanggung jawab serta terlibat secara aktif
mewujudkan tercapainya mutu yang diharapkan. Ketercapaian mutu tidak hanya
tanggung jawab pimpinan tetapi semua unsur ikut berperan dan bertanggung jawab
atas tercapainya mutu.
3.
Sistem/Proses.
Menurut
ISO, sistem mutu adalah struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur, proses
dan sumber daya untuk menerapkan manajemen mutu. Oleh karena itu dalam
manajemen mutu perlu dibentuk suatu sistem mutu sesuai proses produksi yang ada
di lingkungan sekolah. Sistem mutu dibangun berdasarkan kekuatan sumber daya
sendiri untuk mencapai mutu yang diharapkan serta peningkatan mutu secara
berkesinambungan.[17]
Selanjutnya
pada lembaga pendidikan data dan fakta yang diperlukan dalam kerangka Manajemen
Mutu Terpadu (MMT) yang akan memberikan pengaruh dalam rangka meningkat mutu
pendidikan (pendidikan sekolah) dengan meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1.
Peserta didik,
meliputu:
a. Kemampuan.
b. Lingkungan,
termasuk lingkungan sosial ekonomi, budaya dan geografis.
c. Intelegensi,
kepribadian, bakat dan minat.
2.
Guru.
a. Kemampuan.
b. Latar
belakang pendidikan.
c. Pengalaman
kerja.
d. Bahan
mengajar.
e. Kondisi
sosial ekonomi.
f. Motifasi
kerja.
g. Komitmen
terhadap tugas.
h. Disiplin.
i.
Kreatifitas.
3.
Kurikulum.
a. Landasan
program dan pengembangan.
b. Garis-garis
besar program pengajaran.
c. Metode.
d. Sarana.
e. Teknik
penilaian.
4.
Sarana dan prasarana
pendidikan.
a. Alat
praga/alat praktik.
b. Laboratorium.
c. Perpustakaan.
d. Ruang
keterampilan.
e. Ruang
UKS.
f. Ruang
Olah Raga.
g. Ruang
kantor.
h. Tuang
BP.
i.
Gedung dan Perabot.
5.
Manajemen Sekolah.
a. Manajemen
kelas.
b. Manajemen
guru
c. Manajemen
peserta duidik.
d. Manajemen
sarana prasarana.
e. Peningkatan
tata tertib.
f. Kepemimpinan.
6.
Proses Belajar
Mengajar.
a. Penampilan
guru
b. Penguasaan
kurikulum
c. Penggunaan
metode mengajar.
d. Pendaya
gunaan alat.
e. Penyelenggaraan
PBM.
f. Pelaksanaan
kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler.
7.
Manajemen Dana.
a. Perencanaan
anggaran.
b. Penggunaan
dana.
c. Laporan
pertanggung jawaban.
d. Pengawasan.
8.
Supervisi dan monitor ing.
a. Kepala
sekolah sebagai supervisor di sekolah.
b. Pengawas
sekolah sebagai supervisor.
c. Pembina
lainnya.
9.
Hubungan sekolah dengan
lingkungan.
a. Hubungan
sekolah dengan orang tua peserta didik.
b. Hubungan
sekolah dengan instansi pemerintah.
c. Hubungan
sekolah dengan dunia usaha dan tokoh masyarakat.
d. Hubungan
sekolah dengan lembaga pendidikan lainnya.
Apabila
beberapa aspel di atas dijalankan dengan baik dan sesuai dengan prosedurnya,
maka ada beberapa indikator yang dapat dijadikan sebagai keberhasilan atau
tidak program di atas dilaksanakan. Adapun indikator-indikator keberhasilannya
harus dapat menjawab hal-hal sebagai berikut:
1.
Spesifikasi
lulusan/produk (perlu melihat persyaratan konsumen yang kemudian diterjemahkan
ke dalam layanan pembelajaran yang inovatif).
2.
Mutu layanan yang baik
(memperhatikan kondisi peserta didik, kecerdasan, kesehatan, minat dan bakat,
suasana emosional, dan motivasi belajar).
3.
Kompetensi profesional
guru.
4.
Ketersediaan fasilitas
belajar.
5.
Mutu kehidupan dan
budaya organisasi.
6.
Ketertiban manajemen
dana pendidikan.
7.
Kepedulian masyarakat
(dewan sekolah).
8.
Pemberdayaan manajemen
sekolah.
Agar
kita memahami indikator mutu dari uraian
di atas, maka perhatikanlah ilustrasi sebagai berikut:
Pak Ghani
sebagai kepala sekolah, dalam menjalankan program sekolah berpedoman pada
Rencana Kerja Anggaran Sekolah (RKAS) yang telah disusunnya bersama dengan
Dewan Sekolah. Dalam membina hubungan dengan guru-guru senantiasa dikembangkan
pola hubungan teman sejawat yang harmonis dengan memperhatikan tanggung jawab
masing-masing, dan dalam kesempatan tertentu dibuka forum silaturrohim untuk
membahas permasalahan yang dihadapi para guru berkaitan dengan kepemimpinannya,
dengan peserta didik dikembangkan pola bapak-anak yang saling menyayangi dan
melindungi, sehingga hubungan peserta didik cukup dekat dengan pihak sekolah
dan berdampak pada harmonisnya hubungan sekolah dengan orang tua peserta didik,
hal ini ditambah lagi dengan responnya pihak sekolah terhadap kebutuhan para
orang tua berkaitan dengan kondisi belajar anak-anaknya dan senantiasa
dilakukan dialog dengan mereka berkaitan dengan perkembangan hasil belajar
mereka[18].
Inilah
sebuah ilustrasi singkat dan sederhana, sepintas untuk memahami tentang
berbagai konsep dasar yang harus dilaksanakan oleh kepala sekolah dalam
menjalankan fungsinya sebagai manajer untuk meningkatkan mutu sekolah.
Pengembangan
Program Penjaminan Mutu dan Akuntabilitas Sekolah
Secara
yuridis tuntutan penjamin mutu dituangkan dalam undang-undang no. 20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa manajemen sistem pendidikan
dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu evaluasi
yang transparan. Sedangkan dalam pasal 1 ayat 1 PP N0. 19/2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan menyatakan bahwa setiap satuan pendidikian pada jalur
formal dan nonformal wajib dilakukan mutu pendidikan[19].
Dalam penerapan penjaminan mutu, proses yang terjadi menggambarkan semua
kegiatan yang menjamin dihasilkannya output melalui proses yang dijanjikan,
Proses ini secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:
![]() |
|
Gambar:
1 Proses Penjaminan Mutu
Peter
Cuttance, menyarankan agar fokus penjaminan mutu
dimunculkan dari jawaban terhadap pertanyaan berikut:
1.
Bagaimanakah tugas yang
harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masysrakat terhadap pendidikan, yang
dijalankan oleh sekolah dalam menentukan prioritas, yaitu tercapainya hasil belajar
peserta didik?
2.
Apa yang ingin dicapai
berkaitan dengan relevansi misi sekolah dengan kebutuhan masyarakat secara
lebih baik?
3.
Keberhasilan apa yang
telah dicapai oleh sekolah? Bagaimana sekolah mengetahui bahwa keberhasilan
yang telah dicapai adalah sesuai dengan apa yang telah direncanakan? Serta
faktor-faktor apa yang mempengaruhi keberhasilan sekolah?
4.
Bagaimana sekolah
merespon tentang keberhasilan yang telah dicapainya?
Apabila
model penjaminan mutu ini akan diberlakukan di sekolah, doperlukan komitmen
yang tinggi dari seluruh unsur yang terlibat dalam proses pendidikan di sekolah. Komitmen itu terutama dicerminkan
dari kinerja yang semaksimal mungkin diarahkan untuk melaksanakan program
sekolah yang sesuai dengan atau melebihi kebutuhan stakeholder.
Langkah-langkah yang harus ditempuh pada penjaminan mutu di sekolah adalah:
Gambar 2
Diagram Alat Penjamin Mutu
(diadobsi
dari Quality Assurance Handbook, 2000)
Gambar 2 di atas
menjelaskan bahwa proses penjaminan mutu terdiri dari tujuh langkah yaitu
sebagai berikut:
1.
Penetapan standar.
2.
Pengujian audit
mengenai sistem yang sedang berlangsung.
3.
Penyimpulan tentang ada
tidaknya kesenjangan antara sistem yang ada dengan standar yang ditetapkan.
4.
Identifikasi kebutuhan
dalam upaya untuk memenuhi standar yang ditetapkan.
5.
Pengembangan sistem
perbaikan.
6.
Memadukan sitem
perbaikan dengan sistem yang sedang berlangsung.
7.
Pengkajian ulang
kesesuaian standar dengan sitem secara berkelanjutan.
Untuk
peningkatkan mutu tidak hanya menyangkut kepentingan guru-guru saja.
Efektivutas sekolah dengan keunikannya, spesialisasinya, dan prestasi
akademiknya mempunyai pengaruh yang besar terhadap lulusannya. Satu sekolah
yang telah menerapkan suatu strategi dan bekerja secara sistematis berdasarkan
strategi tersebut untuk membina rasa kepatuhan, komitmen, pemahaman dan
kepemilikan terhadap sekolahnya dapat menghasilkan para peserta didik yang
sukses, dari pada sekolah-sekolah yang tidak mempunyai identitas budaya seperti
sekolah di atas.
Strategi
bukan merupakan masalah penentuan tahunan. Strategi membutuhkan waktu dan
keamanan untuk berjalan lancar. Keberhasilan akan terjadi karena strategi
dijalankan dengan konsisten dari waktu ke waktu. Kegagalan terjadi karena
strategi diubah-ubah. Untuk itu Pemikiran Kunci Menuju Strategi di
dalamnya terdiri dari aspek (1) Akses (2) Sumber (pendapatan), (3) Manajemen,
(4) Model strategi generik. Aspek aspek itu menjadi perhatian untuk peningkatan
mutu.
Beberapa
Implikasi Pilihan Strategi
Pertama,
tidak mungkin suatu sekolah berhasil dengan membuat semua hal untuk semua
orang. Artinya sekolah tidak hanya menentukan strategi. Tetapi juga mendidik
donatur-donaturnya untuk mempunyai rasa memiliki terhadap strateginya. Jika
gagal melaksanakannya, maka dengan sendirinya strategi tersebut sudah
disesuaikan.
Kedua,
semua aspek sekolah harus dirancang sesuai dengan strategi. Hal ini termasuk
juga perekrutan dan pelatihan guru-guru, membuat keputusan untuk pembelajaran,
sumber layanan, pemebelian peralatan, marketing sekolah, sistem desain,
komunikasi sekolah (antara sekolah dengan donatur), pengembangan pedagogi,
kerja manajemen, kerjasama dengan pemerintah dan perusahaan dan sebagainya.
Ketiga
Strategi ini harus sesuai dengan keahlian dan sumber yang ada. Kegagalan
terjadi jika strategi mengandalkan sumber-sumber yang hampir tidak ada. Jadi
untuk memenuhi “ketetapan tujuan” seperti yang dinyatakan Deming, maka strategi
harus mempunyai keahlian yang sesuai, bukan hanya pada bidang tertentu, tapi
juga pada mampu menerapkan strategi sesuai dengan sumber yang ada di sekolah.
Akhirnya
keberhasilan strategi sangat bergantung pada kemampuan dalam kepemimpinan untuk
membangun komitmen, menghubungkan strategi dan visi yang tetap, mengatur
sumber-sumber yang mendukung Anda. Berikut alat/media dasar yang akan
bermanfaat dalam menguji posisi kita sekarang dalam kerangka penentuan
strategi. Alat ini disebut analisis swot.
Analisis SWOT
SWOT
kepanjangan dari Strong (kekuatan), Weaknesess (kelemahan), Opportunity
(peluang), dan Threats (ancaman). Analisis Swot ini merupakan strategi
dengan memperhatikan kondisi internal organisasi sekolah (kekuatan dan
kelemahan) dan juga kondisi eksternal sekolah (peluang dan ancaman), sehingga
dengan mengetahui kondisi internal dan eksternal ini sekolah dapat mengetahui
dimana posisinya, apakah suda maju, sedang atau tertinggal dari sekolah
lainnya.
Dalam
tim manajemen atau pihak sekolah dan donatur hendaknya menelaah
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
Kekuatan (Strong)
1.
Sumber kekuatan apa
yang dimiliki sekolah?
2.
Apa kekuatan-kekuatan
kita?
3.
Apa saja kekuatan tim
manajemen kita?
4.
Kekuatan apa yang
dibutuhkan oleh ferforma kita sepanjang waktu?
5.
Apa bukti kekuatan
hubungan kita dengan para donatur?
6.
Kekuatan apa yang
muncul dari hubungan kita dengan penyedia donatur?
7.
Adakah fokus niche
(specialisasi) yang sangat kuat dalam pekerjaan kita?
Kelemahan
(Weaknesess)
1.
Apakah kelemahan
sekolah ini?
2.
Apakah kelemahan
orang-orang di sekolah ini?
3.
Kelemahan apa yang
muncul dalam skill management sekolah?
4.
Kelemahan apa yang
muncul dari hubungan kita dengan para donatur?
5.
Apa bukti kelemahan
dari standar ferforma kita dalam bidang kerjasama ini?
6.
Kelemahan apa yang
dilihat oleh penyedia donatur pada diri kita?
7.
Apakah kita punya
kelemahan dalam menjaga sumber, sistem manajemen dan peralatan yang berhubungan
dengan tujuan yang akan dicapai?
Kesempatan/Peluang
(Opportunity)
1.
Dengan adanya
sumber-sumber, apa yang dapat mengubah strategi kita?
2.
Dengan adanya orang
yang kita pekerjakan, kesempatan apa yang dapat muncul dari cara mereka
bekerja?
3.
Dengan adanya skill
management, strategi apa yang dapat memaksimalkan kesesuaian antara
sumber-sumber, orang-orang donatur, dan kemampuan kita sebagai manajer?
4.
Kesempatan seperti apa
yang diinginkan oleh donatur, untuk kita ikuti?
5.
Kesempatan seperti apa
yang akan diberikan donatur bila kita mengubah hubungan dengan mereka?
6.
Adakah kesempatan bagi
sekolah ini jika kita ubah, kita dengan penyedia donantur?
7.
Adakah kesempatan untuk
kita, bila dari keputusan yang sedang dibuat sekolah lain di daerah ini?
8.
Dengan adanya analisis
industri yang telah kita selesaikan, kesempatan apa yang tersedia untuk anda?
Tantangan/ancaman
(Threats)
1.
Hambatan apa yang
muncul dari sekolah dalam melaksanakan strategi?
2.
Apakah tanda bahaya
dilingkungan industri mempengaruhi strategi yang kita ikuti?
3.
Ancaman apa yang akan
muncul dari donatur yang dapat merusak penerapan strategi ini?
4.
Ancaman potensial apa
yang muncul dari penyedia donatur?
5.
Tindakan pemerintah
yang bagaimana yang dapat mengancam strategi yang kita pakai?
6.
Ancaman apa yang muncul
dari sumber lain terhadap penerapan strategi kita?
Analisis
ini biasa dipakai dalam pendidikan, industri, dan organisasi non laba yang
menjadi pembedanya antara fokus perhatian dalam pilihan strategi dan di bawah
siapa analisis ini dikerjakan. Jika kita telah melakukan analisis swot, maka
tidak ada hal yang penting lainnya yang harus dipertimbangkan dalam menentukan
pilihan strategi kita. Analisis swot ini harus dapat menjawab pertanyaan:
“strategi apa yang akan dipilih sekolah kita?”Apakah mungkin kita adalah
satu-satunya penyedia strategi layanan kurikulum khusus di daerah ini atau
apakah kita akan bersaing dengan orang lain yang mengikuti strategi strategi
yang sama?”, Seandainya kita punya keinginan dan sumber untuk melaksanakannya,
apakah kita ingin berbeda dengan orang lain atau tidak?.
Berikut contoh
analisis SWOT dapat diperhatikan pada tabel berikut:
Kekuatan
|
Kelemahan
|
Peluang
|
Tantangan
|
4
orang guru berpendidikan D2 PGSD
|
2
orang guru masih berpendidikan SPG
|
Beapeserta
didik dari dinas untuk pendidikan guru
|
Kebutuhan
keluarga guru yang berpariasi
|
Lahan
yang masih luas
|
2
ruang kelas rusak sedang
|
Bantuan
DBO, BOM, Blokgrant
|
Krisis
mineter
|
Prestasi
hasil belajar peserta didik rata-rata 7
|
Kekurangan
media pembelajaran
|
Banyak
pengusaha di Desa
|
Kemajuan
IPTEK
|
Kondisi
iklim bekerja guru yang kondusif
|
Tingkat
kesejahteraan guru rendah
|
Kemudahan
dalam penyaluran kredit
|
Berdirinya
koperasi guru di tingkat kecamatan
|
IMPLEMENTASI
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) perlu dilakukan karena sekolah perlu
berkembang dari tahun ke tahun. Dimana peningkatan mutu pendidikan di sekolah
perlu didukung kemampuan manajerial kepala sekolah dan hubungan baik antar guru
perlu diciptakan agar terjalin iklim dan suasana kerja yang kondusif dan
menyenangkan. Demikian halnya penataan penampilan fisik dan manajemen sekolah
perlu dibina agar sekolah menjadi lingkungan yang dapat menumbuhkan
kreativitas, disiplin dan semangat belajar peserta didik.
Tujuan
Impelentasi MBS yaitu untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara umum baik
itu menyangkut kualitas pembelajaran, kurikulum, sumber daya manusia baik guru
maupun tenaga kapendidikan lainnya, dan kualitas pelayanan pendidikan secara
umum. Bagi sumber daya manusia, peningkatan kualitas bukan hanya meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya, melainkan meningkatkan kesejahteraan pula.[20]
Dengan adanya penerapan MBS ini telah terjadi perubahan kebutuhan siswa sebagai
bekal untuk terjun kedalam masyarakat luas di masa mendatang di banding di
masa lalu. Oleh karena itu pelayanan kepada siswa, program pengajaran dan jasa
yang diberikan kepada siswa juga harus sesuai dengan tuntutan baru tersebut.
Dalam rangka
mengimplementasikan MBS maka sekolah harus melibatkan semua unsur yang ada
mulai dari kepala sekolah, guru, masyarakat, sarana prasarana serta unsur
terkait lainnya. Implementasi MBS akan berlangsung secara efektif dan efesien
apabila didukung oleh sumber daya manusia yang profesional untuk mengoperasikan
sekolah, dana yang cukup besar agar sekolah mampu menggaji staf sesuai dengan
fungsinya, sarana prasarana yang memadai untuk proses belajar- mengajar, serta
dukungan masyarakat ( orang tua) yang tinggi.
Sebagai
paradigma pendidikan yang baru maka dalam implementasinya Manajemen Berbasis
Sekolah melalui beberapa tahapan. Menurut Fatah dalam E. Mulyasa bahwa tahapan
implementasi atau pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dibagi menjadi tiga,
yaitu:
1.
Tahap Sosialisasi
Tahap
sosialisais merupakan tahapan yang penting mengingat luasnya daerah yang ada
terutama daerah yang sulit dijangkau serta kebiasaan masyarakat yang umumnya
tidak mudah menerima perubahan karena perubahan yang bersifat personal maupun
organisasional memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang baru. Dengan adanya
sosialisasi ini maka akan mengefektifkan pencapaian implementasi Manajemen
Berbasis Sekolah baik menyangkut aspek proses maupun pengembangannya di
sekolah.
2.
Tahap Piloting
Tahapan
piloting yaitu merupakan tahapan ujicoba agar penerapan konsep MBS tidak
mengandung resiko. Efektivitas model ujicoba memerlukan persyaratan dasar yaitu
akseptabilitas, akuntabilitas, reflikabilitas, dan sustainabilitas.
3.
Tahap Diseminasi
Tahapan
desiminasi merupakan tahapan memasyarakatkan model Manajemen Berbasis Sekolah
yang telah diujicobakan ke berbagai sekolah agar dapat mengimplementasikannya
secara efektif dan efisien.
Dengan
adanya implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di sekolah yang dipandang
memiliki tingkat efektivitas tinggi akan memberikan beberapa keuntungan yaitu :
1.
Kebijaksanaan dan kewengan sekolah
membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua, dan guru.
2.
Bertujuan bagaimana memanfatkan
budaya lokal.
3.
Efektif dalam melakukan pembinaan
peeserta didik seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat
putus sekolah, dan iklim sekolah.
4.
Adanya perhatian bersama untuk
mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancang ulang
sekolah dan perubahan perencanaan.[21]
Sedangkan
keuntungan dari adanya penerapan model Manajemen Berbasis Sekolah menurut Nur kholis dalam bukunya Manajemen Berbasis Sekolah,
Teori, Model, Dan Aplikas, adalah:
1.
Secara formal MBS dapat memahami
keahlian dan kemampuan orang-orang yang bekerja di sekolah.
2.
Meningkatkan moral, moral guru harus
meningkatkan karena adanya komitmen dan tanggung jawab dalam setiap
pengambilan keputusan di sekolah.
3.
Keputusan yang diambil oleh sekolah
memiliki akuntabilitas. Hal ini terjadi karena kostituen sekolah
memiliki andil yang cukup dalam setiap pengambilan keputusan.
4.
Menyesuaikan sumber daya
keuangan terhadap tujuan instruksional yang dikembangkan di sekolah. Keputusan
yang di ambil pada tingkat sekolah yang akan lebih rasional karena mereka tahu
kekuatan sendiri, terutama kekuatan keunganan.
5.
Menstimulasi munculnya pemimpin baru
di sekolah. Pengambilan keputusan ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa
adanya peran seorang pemimpi.
6.
Meningkatkan kualitas, kuantitas,
dan fleksibelitas komunikasi sekolah dalam rangka mencapai kebutuhan sekolah.
Kebersamaan dalam pemecahan masalah di sekolah telah memperlancar alur
komunikasi di antar warga sekolah.
Sekolah
memerlukan pedoman-pedoman sebagai pendukung untuk menjamin terlaksananya
pengelolaan MBS yang mengakomodasi kepentingan otonomi sekolah, kebijakan
pemerintah, dan partisipasi masyarakat. Implementasi MBS memerlukan seperangkat
peraturan dan pedoman-pedoman ( guadelines)
umum yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam perencanaan, monitoring, dan
evaluasi, serta laporan pelaksanaan. Rencana sekolah merupakan salah satu
perangkat terpenting dalam pengelolaan MBS. Rencana sekolah merupakan
perencanaan sekolah untuk jangka waktu tertentu, yang disusun oleh sekolah
sendiri bersama dewan sekolah.
Keberhasilan Implementasi Manajemen Berbasis
Sekolah sangat bergantung pada kemampuan dan kemauan politik pemerintah ( political will) sebagai penanggung jawab
pendidikan. Kalau kemauan politik pemerintah sudah ada, pelaksanaannya sangat
bergantung pada bagaimana kesiapan pelaksana dan perumus kebijakan dapat
memperkecil kelemahan yang mungkin muncul dan mengeksplorasi manfaat semaksimal
mungkin.
Faktor pendukung kesuksesan
implementasi Manajemen Berbasis Sekolah adalah Pemerintah (political will), Dukungan
financial dari pemerintah dan masyarakat yang peduli pendidikan, ketersedian
sumber daya manusia yang mendukung implementasi Manajemen Berbasis Sekolah,
budaya sekolah, kepemimpinan yang efektif.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memiliki karakteristik Apabila difokuskan
pada tingkat sekolah, maka MBS akan
menyediakan layanan pendidikan
yang komprehensif dan tanggap
terhadap kebutuhan masyarakat di mana
sekolah itu berada. Ciri- ciri MBS bisa dilihat dari
sudut sejauh mana sekolah tersebut
dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, pengelolaan
sumber daya manusia (SDM), proses belajar-mengajar
dan sumber
daya sebagaimana digambar- kan dalam tabel berikut[22]
Ciri-ciri sekolah yang melaksanakan Manajemen
Mutu Berbasis Sekolah
Organisasi Sekolah
|
Proses Belajar mengajar
|
Sumber Daya Manusia
|
Sumber Daya dan
Administrasi
|
Menyediakan
manajemen/ organisasi/ kepemimpinan transformasional * dalam mencapai tujuan
sekolah
|
Meningkatkan
kualitas belajar siswa
|
Memberdayakan staf
dan menempatkan personel yang dapat melayani keperluan siswa
|
Mengidentifikasi
sumber daya yang diperlukan dan mengalokasikan sumber daya tsb. sesuai dengan
kebutuhan
|
Menyusun rencana
sekolah dan merumuskan kebijakan untuk sekolahnya sendiri
|
Mengembangkan
kurikulum yang cocok dan tanggap terhadap kebutuhan siswa dan masyarakat
|
Memiliki staf dengan
wawasan MBS
|
Mengelola dana sekolah secara efektif dan efisien
|
Mengelola kegiatan
operasional sekolah
|
Menyelenggarakan
pembelajaran yang efektif
|
Menyediakan kegiatan
untuk pengembangan profesi pada semua staf
|
Menyediakan dukungan
administratif
|
Menjamin adanya
komunikasi yang efektif antara sekolah dan masyarakat
|
Menyediakan program
pengembangan yang diperlukan siswa
|
Menjamin
kesejahteraan staf dan siswa
|
Mengelola dan memelihara gedung dan sarana
|
Menggerakkan
partisipasi masyarakat
|
Berperanserta dalam
memotivasi siswa
|
Menyelenggarakan forum
/diskusi untuk membahas kemajuan kinerja sekolah
|
|
Menjamin
terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab kepada masyarakat dan
pemerintah
|
BAB III
PEMBAHASAN
Kondisi Manajemen Sumber Daya
Manusia dan Kualitas Pendidikan di SMP Secara Umum
Dalam rangka
mengimplementasikan konsep manajemen peningkatan mutu yang berbasis sekolah
ini, maka melalui partisipasi aktif dan dinamis dari orang tua, siswa, guru dan
staf lainnya termasuk institusi yang memliki kepedulian terhadap pendidikan
sekolah harus melakukan tahapan kegiatan sebagai berikut:
a.
Penyusunan basis data dan profil
sekolah lebih presentatif, akurat, valid
dan secara sistimatis menyangkut berbagai aspek akademis, administratif (siswa,
guru, staf), dan keuangan.
b.
Melakukan evaluasi diri (self
assesment) untuk menganalisa kekuatan dan kelemahan mengenai sumber daya
sekolah, personil sekolah, kinerja dalam mengembangkan dan mencapai target
kurikulum dan hasil-hasil yang dicapai siswa berkaitan dengan aspek-aspek
intelektual dan keterampilan, maupun aspek lainnya.
c.
Berdasarkan analisis tersebut
sekolah harus mengidentifikasikan kebutuhan sekolah dan merumuskan visi, misi,
dan tujuan dalam rangka menyajikan pendidikan yang berkualitas bagi siswanya
sesuai dengan konsep pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai. Hal
penting yang perlu diperhatikan sehubungan dengan identifikasi kebutuhan dan
perumusan visi, misi dan tujuan adalah bagaimana siswa belajar, penyediaan
sumber daya dan pengeloaan kurikulum termasuk indikator pencapaian peningkatan
mutu tersebut.
d.
Berangkat dari visi, misi dan tujuan
peningkatan mutu tersebut sekolah bersama-sama dengan masyarakatnya
merencanakan dan menyusun program jangka panjang atau jangka pendek (tahunan
termasuk anggarannnya. Program tersebut memuat sejumlah program aktivitas yang
akan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan nasional yang telah ditetapkan dan
harus memperhitungkan kunci pokok dari strategi perencanaan tahun itu dan
tahun-tahun yang akan datang. Perencanaan program sekolah ini harus mencakup
indikator atau target mutu apa yang akan dicapai dalam tahun tersebut sebagai
proses peningkatan mutu pendidikan (misalnya kenaikan NEM rata-rata dalam
prosentase tertentu, perolehan prestasi dalam bidang keterampilan, olah raga,
dsb). Program sekolah yang disusun bersama-sama antara sekolah, orang tua dan
masyarakat ini sifatnya unik dan dimungkinkan berbeda antara satu sekolah dan
sekolah lainnya sesuai dengan pelayanan mereka untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat setempat. Karena fokus kita dalam mengimplementasian konsep
manajemen ini adalah mutu siswa, maka program yang disusun harus mendukung
pengembangan kurikulum dengan memperhatikan kurikulum nasional yang telah
ditetapkan, langkah untuk menyampaikannya di dalam proses pembelajaran dan siapa
yang akan menyampaikannya.
Dua aspek
penting yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini adalah total kondisi alamiah
sumber daya yang tersedia dan prioritas untuk melaksanakan program. Oleh
karena itu, sehubungan dengan keterbatasan sumber daya dimungkinkan bahwa
program tertentu lebih penting dari program lainnya dalam memenuhi kebutuhan
siswa untuk belajar. Kondisi ini mendorong sekolah untuk menentukan skala
prioritas dalam melaksanakan program tersebut. Seringkali prioritas ini
dikaitkan dengan pengadaan preralatan bukan kepada output pembelajaran.
Oleh karena itu dalam rangka pelaksanaan konsep manajemen tersebut sekolah
harus membuat skala prioritas yang mengacu kepada program-program
pembelajaran bagi siswa. Sementara persetujuan dari proses pendanaan harus
bukan semata-mata berdasarkan pertimbangan keuangan melainkan harus
merefleksikan kebijakan dan prioritas tersebut. Anggaran harus jelas terkait
dengan program yang mendukung pencapaian target mutu. Hal ini memungkinkan
terjadinya perubahan pada perencanaan sebelum sejumlah program dan pendanaan
disetujui atau ditetapkan.
1.
Prioritas seringkali tidak dapat
dicapai dalam rangka waktu satu tahun program sekolah, oleh karena itu sekolah
harus membuat strategi perencanaan dan pengembangan jangka panjang
melalui identifikasi kunci kebijakan dan prioritas. Perencanaan jangka panjang
ini dapat dinyatakan sebagai strategi pelaksanaan perencanaan yang harus
memenuhi tujuan esensial, yaitu: (i) mampu mengidentifikasi perubahan pokok di
sekolah sebagai hasil dari kontribusi berbagai program sekolah dalam periode
satu tahun, dan (ii) keberadaan dan kondisi natural dari strategi perencanaan
tersebut harus menyakinkan guru dan staf lain yang berkepentingan (yang
seringkali merasakan tertekan karena perubahan tersebut dirasakan harus
melaksanakan total dan segera) bahwa walaupun perubahan besar diperlukan dan
direncanakan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa, tetapi mereka
disediakan waktu yang representatif untuk melaksanakannya, sementara urutan dan
logika pengembangan telah juga disesuaikan. Aspek penting dari strategi
perencanaan ini adalah program dapat dikaji ulang untuk setiap periode tertentu
dan perubahan mungkin saja dilakukan untuk penyesuaian program di dalam
kerangka acuan perencanaan dan waktunya.
2.
Melakukan monitoring dan evaluasi
untuk menyakinkan apakah program yang telah direncanakan dapat dilaksanakan
sesuai dengan tujuan, apakah tujuan telah tercapai, dan sejauh mana
pencapaiannya. Karena fokus kita adalah mutu siswa, maka kegiatan monitoring
dan evaluasi harus memenuhi kebutuhan untuk mengetahui proses dan hasil belajar
siswa. Secara keseluruhan tujuan dan kegiatan monitoring dan evaluasi ini
adalah untuk meneliti efektifitas dan efisiensi dari program sekolah dan
kebijakan yang terkait dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Seringkali
evaluasi tidak selalu bermanfaat dalam kasus-kasus tertentu, oleh karenanya
selain hasil evaluasi juga diperlukan informasi lain yang akan dipergunakan
untuk pembuatan keputusan selanjutnya dalam perencanaan dan pelaksanaan program
di masa mendatang. Demikian aktifitas tersebut terus menerus dilakukan sehingga
merupakan suatu proses peningkatan mutu yang berkelanjutan.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Manajemen SDM dan Kualitas Pendidikan di SMP Pada Umumnya.
Perencanaan SDM Sekolah
1.
Guru ideal, bertugas sesuai kualifikasi keilmuan.
2.
Kualifikasi tingkat pendidikan guru
minimal S1.
3.
Masa yang akan datang, penambahan
guru S1 dan S2 jika mungkin S3.
4.
Analisis Tugas (Job Description), guru
dan Staf lainnya harus sesuai dengan tupoksi dan SOP.
5.
Tenaga Pendidik Paham Manajemen
Pendidikan Berbasis Sekolah.
6.
Tenaga Kependidikan Menguasai
Manajemen Mutu Berbasis Sekolah.
7.
Tenaga Pendidik Menguasai media
elektronika.
Rekruitment Tenaga Profesional
Kependidikan.
1.
Penerimaan Pegawai dilakukan oleh
pemerintah melalui tes CPNS.
2.
Penerimaan guru persyaratan Ijazah
S1.
3.
Penerimaan guru spesifikasi dari
Ilmu Keguruan.
4.
Syarat Penerimaan Pegawai untuk guru
berdasarkan AKTA-IV.
5.
Kemampuan guru membuat perangkat
pembelajaran.
6.
Kemampuan guru melaksanakan
pembelajaran.
7.
Penguasaan guru terhadap materi,
metode, model, strategi pembelajaran.
8.
Kemampuan guru melakukan evaluasi
pembelajaran.
9.
Kemampuan guru melaksanakan tindak
lanjut hasil evaluasi pembelajaran.
10.
Kemampuan guru mengelola kelas.
11.
Kemampuan guru mengoperasikan
alat/media pembelajaran.
12.
Kemampuan guru mengoperasikan media
elektronik.
13.
Kemampuan guru membimbing siswa.
14.
Kemampuan guru terhadap manajemen
pendidikan.
15.
Penerimaan Peserta Didik
a.
Berdasarkan Perengkingan Nilai Akhir
Semester atau Nilai Ujian Nasional.
b.
Berdasarkan Tes Pembacaan ayat suci
Al-Quran.
Prestasi guru
Hasil yang diperoleh dari berbagai
perlombaan, yaitu:
1.
Lomba PTK
2.
Lomba Karya tulis Inovasi
Pembelajaran
3.
Lomba Guru Berprestasi
4.
Lomba MTQ
5.
Lomba Olahraga dan Seni,
dan lain-lain
Prestasi Peserta Didik
Prestasi
sekolah/siswa seperti:
1.
Prestasi Akademik: NUAN
2.
Prestasi Akademik: Nilai Ujian
Sekolah (US)
3.
Angka Kelulusan dan Melanjutkan
4.
Perolehan Kejuaraan/Prestasi
Akademik: Lomba-lomba
Permasalahan atau Hambatan Dalam
Manajemen Sumber Daya Manusia di SMP Negeri 1 Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir.
Usaha
Manajemen Sumber Daya Manusia tetap mengalami kendala yang dilakukan oleh
ketenaga pendidikan dan peserta didiknya sehingga menghambat kualitas
pendidikan di SMP Negeri 1 Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir., yaitu:
Masalah Pendidik dan Ketata Usahaan
a.
Strategi perencanaan pengembangan
sekolah tidak jelas.
b.
Tidak ada standar untuk mengetahui
kekuatan dan kelemahan SDM sekolah.
c.
Tidak ada arah dan tujuan yang jelas
apa yang ingin dicapai oleh sekolah.
d.
Guru tidak punya keterampilan baik
dalam membuat perangkat maupun dalam proses pembelajaran.
Masalah Kesiswaan
1.
Siswa suka berkelahi
2.
Siswa mengisap bahan aditif (seperti
merokok dan mengisap aibon)
3.
Siswa minggat dari sekolah
4.
Ribut di kelas
5.
Broken home
6.
Kenakalan pada umumnya
Alternatif
Solusi Pemecahan sehingga Manajemen Sumber Daya Manusia dan Kualitas Pendidikan
di SMP Negeri 1 Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir Menjadi Lebih Baik.
Alternatif
solusi Manajemen Sumber Daya Manusia sehingga dapat meningkatkan Kualitas
Pendidikan di SMP Negeri 1 Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir adalah sebagai beriku:
Masalah Pendidik dan Ketata Usahaan
a.
Strategi perencanaan pengembangan
sekolah tidak jelas.
Untuk mengatasi hal ini maka seorang
kepala sekolah harus membuat Program Kerja. Di dalam program kerja itulah akan
diuraikan tentang strategi perencanaan dan pengembangan sekolah baik itu berupa
program jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Dan untuk
menentukan perencanaan sekolah yang matang manajemen sekolah harus melakukan
analisis SWOT tentang kekuatan dan kelemahan yang dimiliki sekolah. Dengan
demikian kepala sekolah sebagai manajer sekolah dapat menentukan strategi
perencanaan mengarah pada penambahan yang dianggap kurang, mengoptimalkan
operasional sarana yang ada dan pemeliharaan terhadap aset yang bermanfaat
untuk kemajuan sekolah.
b.
Tidak ada standar untuk mengetahui
kekuatan dan kelemahan SDM sekolah.
Permasalahan kondisi sekolah memang
biasa dilupakan oleh sebagian tem manajemen sekolah, karena standar untuk
mengetahui kekuatan dan kelemahan SDM sekolah itu sendiri tidak ada, untuk
itulah agar bisa mengetahui secara pasti dan yakin apakah program yang telah
direncanakan sesuai dengan tujuan apa tidak. Apakah tujuan telah tercapai apa
belum, jika tercapai sejauh mana ketercapaiannya. Maka solusinya adalah
kegiatan “Motnitoring” dan “Evaluasi”. karena fokus kita adalah mutu siswa, maka
kegiatan monitoring dan evaluasi adalah untuk meneliti efektifitas atau
efesiensi dari program sekolah dan kebijakan yang terkait dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan.
c.
Tidak ada arah dan tujuan yang jelas
apa yang ingin dicapai oleh sekolah.
Satu sisi yang penting diketahui bahwa,
secara sadar atau tidak, tidak hanya pimpinan sekolah yang tidak paham arah dan
tujuan sekolah, bahkan semua warga sekolah tidak mengerti apa arah dan tujuan
sekolah tempat mereka bekerja. Sehingga tidak mustahil bila pendidik dan tenaga
kependidikan (keadministrasian) tidak memiliki totalitas kondisi alamiah sumber
daya manusia dalam menjalan tugasnya. Hal seperti inilah yang terkadang kita
menjumpai guru yang mengajar asal-asalan, guru jarang melaksanakan program
pembelajaran atau tidak disiplin dan tidak bertanggung jawab. Maka dari itu
agar sekolah punya arah dan tujuan yang jelas dan dapat dijadikan pedoman oleh
warga sekolah, sekolah harus punya Visi, Misi serta tujuan sekolah yang jelas
dan terukur. Dan visi, misi serta tujuan itu harus disosialisasikan kepada
seluruh warga sekolah. Jika perlu diharapkan semuanya hapal benar dengan
kata-kata visi, misi dan tujuan sekolah tersebut. Dengan demikian setiap
aktivitas sekolah akan selalu mengarah dan berorientasi pada visi, misi dan
tujuan tersebut.
d.
Guru tidak punya keterampilan baik
dalam membuat perangkat maupun dalam proses pembelajaran.
Perangkat
pembelajaran, seperti; Kurikulum, Silabus, Program Tahunan, Program Semester,
Program Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, penghitungan alokasi waktu,
sesungguhnya semua itu adalah senjata atau alat bagi seorang guru untuk dapat
beraktivitas di kelas. Perangkat pembelajaran ibarat cangkul bagi petani dan
jala bagi nelayan. Jadi apabila seorang guru tidak mampu membuat konsep-konsep
yang benar tentang perangkat dimaksud maka seluruh aktivitas yang akan
dilakukan oleh seorang guru di kelas akan bernilai hampa.
Selanjutnya
seorang guru tidak hanya dituntut mampu membuat perangkat pembelajaran dengan
baik saja, namun jauh lebih dari pada itu guru juga harus mampu melaksanakan
perencanaan-perencanaan yang telah dibuat tersebut. Karena totalitas harapan
manajemen mutu sumber daya manusia yang diharapkan adalah seorang guru harus
mampu sebagai pemikir, perencana dan pelaksana dalam menciptakan proses
pembelajaran yang harmonis, dengan demikian barulah kita dapat mencapai mutu
yang baik.
Untuk itu
solusi yang dapat diambil oleh seorang kepala sekolah bila menghadapi
permasalahan seperti di sebutkan di atas, bagi guru yang tidak punya
keterampilan membuat perangkat pembelajaran yang baik dan benar serta tidak punya kompetensi dalam proses pembelajaran,
ada banyak cara yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah, seperti; pertama,
mengaktifkan guru bersangkutan dalam kegiatan MGMP, baik tingkat sekolah maupun
tingkat kecamatan dan seterusnya, kedua, kepala sekolah membuat kegiatan workshoop
dengan mengundang pengawas dan dinas yang berkompeten untuk memberikan materi
yang bekenaan dengan perangkat pembelajaran, ketiga mengirim guru dalam
kegiatan pendidikan dan latihan yang dilaksanakan oleh berbagai instansi,
terutama oleh LPMP. Keempat, tindakan pekerjaan yang sangat penting dan harus
dilakukan, adalah supervisi kepala sekolah. Dalam kegiatan inilah kepala
sekolah dan pengawas dapat memperbaiki kinerja para guru yang lemah dalam
penguasaan perencanaan tugasnya. Dan masih banyak lagi alternatif-alternatif
lain yang dapat dilakukan.
Masalah Kesiswaan
Hampir
seluruh sekolah dipelosok tanah air tidak luput dari berbagai macam
permasalahan, termasuklah permasalahan kesiswaan, seperti perkelahian (Tauran),
narkoba, keluarga tidak harmonis dan lain-lain sebagainya. Khusus di SMP Negeri
1 Pemulutan kami melihat permasalahan yang nyata terjadi adalah seperti; Siswa
suka berkelahi, Siswa mengisap bahan aditif (seperti merokok dan mengisap
aibon), Siswa minggat dari sekolah, Ribut di kelas, Broken home. Kenakalan-kenakalan
ini walau kelihatannya sederhana namun akibatnya yang dikhawatirkan; seprti
menghisap bahan aditif, hal ini bisa menyebabkan daya fikir dan intelektual serta
mental anak menjadi menurun bahkan menjadi rusak, dan kenakalan-kenakalan
berikutnya akan mengikuti secara langsung, seperti siswa menjadi biang ribut di
kelas, anak suka minggat dan tidak tertarik lagi mengikuti proses pembelajaran.
Untuk
mengatasi hal-hal seperti ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan pimpinan sekolah
sebagai berikut:
1.
Tumbuhkanlah kepedulian pendidik dan
tenaga kependidikan pada masalah yang ada pada siswa.
2.
Tumbuhkan sifat dan sikap saling
mencintai atau hubungan harmonis antara guru dan siswa.
3.
Fungsikan secara maksimal Tenaga
Bimbingan Penyuluhan (BP).
4.
Adakan sesekali penyuluhan narkoba
dengan mengundang instansi yang berkompeten dibidangnya.
5.
Tingkatkan pelaksanaan
program-program OSIS yang mengarah pada pendidikan dan pembinaan jasmani dan
rohani serta kedisiplinan siswa.
6.
Lengkapi sarana yang dapat
menghambat anak untuk dapat keluar masuk sekolah secara bebas.
7.
Adakan kerjasama dalam hal
pengawasan dan pembinaan antara, guru, siswa dan orang tua.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Bervariasinya
kebutuhan siswa akan belajar, beragamnya kebutuhan guru dan staf lain dalam
pengembangan profesionalnya, berbedanya lingkungan sekolah satu dengan lainnya
dan ditambah dengan harapan orang tua/masyarakat akan pendidikan yang bermutu
bagi anak dan tuntutan dunia usaha untuk memperoleh tenaga bermutu, berdampak
kepada keharusan bagi setiap individu terutama pimpinan sekolah harus mampu
merespon dan mengapresiasikan kondisi tersebut ke dalam proses pengambilan
keputusan terutama mengenai: (1) Perencanaan SDM sekolah, (2) Analisis Job
Description, (3) Rektuitment Baik internal maupun eksternal, (4) Seleksi, (5)
Penempatan SDM. Karena antara sumber daya manusia dan kualitas pendidikan
Sekolah saling berinterelasi antara yang satu dengan yang lainnya.
Saran
Pimpinan
sekolah dalam manajemen sekolah khususnya manajemen sumber daya manusia untuk
meningkatkan kualitas pendidikan sekolah harus memperhatikan:
1.
Langka pertama harus dilakukan oleh
kepala sekolah bersama staf lainnya adalah mengadakan pengkajian kekuatan dan
kelemahan sekolah berdasarkan Analisis Swot.
2.
Masalah Strategi Perencaanan
Pengembangan Sekolah, dapat dituangkan dalam Program Jangka Pendek, Jangka
menengah dan Jangka Panjang.
3.
Monitoring dan Evaluasi.
4.
Perencanaan SDM sekolah.
5.
Analisis Job Description
6.
Seleksi penerimaan siswa
7.
Penempatan SDM sesuai dengan
kualifikasi keilmuannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M., 2000, Penjaminan Mutu
dalam Manajemen Mutu Pendidikan. Jurnal Mimbar Pendidikan, Nomor 3 Tahun
xxi
Bendell, Tony, and Boulter, Louise,
and Kelly, John, 1993, Benchmarking for Competitive Advantage, Pitman
Publishing, London, United Kingdom.
Chapman, Judith (ed), 1990, School-Based
Decision-Making and Management, The Falmer Press, Hampshire, United
Kingdom.
Dikmenum, 1999, Peningkatan Mutu
Pendidikan Berbasis Sekolah: Suatu Konsepsi Otonomi Sekolah (paper kerja),
Depdikbud, Jakarta.
…., 1998, Upaya Perintisan
Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah (paper kerja), Depdikbud,
Jakarta.
Husaini Usman, Manajemen Teori,
Praktik, Dan Riset Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Indrajati Sidi.
2000. Kebijakan Penyelenggaraan Otonomi Daerah Bidang Pendidikan
Bandung, UPI
Bandung, UPI
Juran J.M. 1995.
Juran on Leadership for Quality. Juran Institute, Inc. USA.
Karlof, Bengt and Ostblom, Svante,
1994, Benchmarking : A signpost to Excellence in Quality and Productivity,
John Wiley and Soons, New York, USA
M Firdaus,
aktivis LSM Education Network for Justice (E-Net) saat menjadi
pembicara dalam seminar pendidikan mengenai laporan ini di Gedung YTKI, Jl
Gatot Soebroto, Jakarta Selatan, Rabu (29/6/2005) http://t4belajar.wordpress.com/2009/04/24/kondisi
pendidikan-indonesia, diambil 6/6/2013.
Mulyasa, E.
2011. Manajemen Berbasis Sekolah.
Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, Dr. E.
M.Pd. 2011. Manajemen Berbasis Sekolah.
Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Nana Syaodih Sukmadinata, dkk. Pengendalian
Mutu Pendidikan Sekolah Menengah. Bandung: Refika Aditama, 2006.
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 Ta hun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005),
hal:54-55
Pascoe, Susan and Robert, 1998, Education
Reform in Australia: 1992-97 (a Case Study), The Education Reform and
Management Series, Education-World Bank, Australia.
Roger,Everett M.,1995, Diffusion
of Innovations, The Free Press, New New York, USA.
Rinerhart, G., 1993, Quality Education:
Applying the Philosophy of Dr. W. Edward Deming to Transporm the Education
System. Milwaukee, WI: ASQC Quality Press.
Semiawan, Conny R., dan Soedijarto,
1991, Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI, PT.
Grasindo, Jakarta.
Suseno, Muchlas, 1998, Percepatan
Pembelajaran Menjelang Abad 21 (makalah hasil analisis dari Accelerated
Learning for 21st Century oleh Colin Rose and Malcolm J. Nicholl), Pasca
Sarjana IKIP Jakarta, Jakarta
TimTeknis Bappenas, 1999, School-Based
Management di Tingkat Pendidikan Dasar, Naskah kerjasama Bappenas dan Bank
Dunia, Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 Ta hun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Jakarta: Sinar Grafika, 2005.
Rinerhart, G., 1993, Quality
Education: Applying the Philosophy of Dr. W. Edward Deming to Transporm the
Education System. Milwaukee, WI: ASQC Quality Press.
Rohiyat. 2008.
Manajemen Sekolah. Bandung : Aditama.
Sallis. 2006. Total
quality Management In Education. Landen, Kongan Page. Ltd.
Suryadi. 2009.
Manajemen Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta, Sarana Panca Karya Nusa.
Syafarudin.
2002. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan. Jakarta, Grasindo.
[1] Nana Syaodih Sukmadinata, dkk. Pengendalian Mutu
Pendidikan Sekolah Menengah(Bandung: Refika Aditama, 2006), hal. 1
[2] Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Bandung:Citra Umbara, 2003), Hal. 3
[3] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Ta hun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2005), hal:54-55
[4] Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktik, Dan Riset Pendidikan (Jakarta:
Bumi Aksara, 2006), Hal. 572
[5]
Indrajati Sidi. 2000. Kebijakan Penyelenggaraan Otonomi Daerah Bidang
Pendidikan
Bandung, UPI
Bandung, UPI
[7] M Firdaus, aktivis LSM Education
Network for Justice (E-Net) saat menjadi pembicara dalam seminar
pendidikan mengenai laporan ini di Gedung YTKI, Jl Gatot Soebroto, Jakarta
Selatan, Rabu (29/6/2005) http://t4belajar.wordpress.com/2009/04/24/kondisi
pendidikan-indonesia, diambil 6/6/2013.
[9] Ali, M.,
2000, Penjaminan Mutu dalam Manajemen Mutu Pendidikan. Jurnal Mimbar
Pendidikan, Nomor 3 Tahun xxi
[10] Rinerhart,
G., 1993, Quality Education: Applying the Philosophy of Dr. W. Edward Deming
to Transporm the Education System. Milwaukee, WI: ASQC Quality Press.
Hal.34
[11] Juran J.M. 1995. Juran on Leadership for Quality. Juran
Institute, Inc. USA. Hal.10-13
[12] Suryadi. 2009. Manajemen Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta, Sarana Panca
Karya Nusa. Hal. 23.
[13] Ibid, hal. 36-37.
[14] Sallis. 2006. Total
quality Management In Education. Landen, Kongan Page. Ltd. Hal, 44-45.
[16] Syafarudin. 2002. Manajemen
Mutu Terpadu dalam Pendidikan. Jakarta, Grasindo. Hal. 45-56.
[17] Suryadi. Op. Cit., hal. 45
[18] Suryadi., ibid.. hal. 46.
[19] Undang-Undang N0. 20
tahun 2003 tentang Sisdiknas dan PP N0. 19/2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
[20] Cheng, Yin Cheong. 1996. School Effectiveness & School-Based Manajement: A
Mechanism For Development. Wasingthon D.C: The Falmer Press.
[21] Mulyasa, E. 2011. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya.
[22] Dikutip dari Focus on School: The Future Organization of Education Service
for Student, Department of Education, Queensland, Australia*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar